input license here

Hukum Bulu Kucing Yang Menempel Disajadah

Bagi yang memiliki hewan peliharaan kucing, pasti tidak heran dengan bulu-bulu yang menempel di baju, kaos, selimut dan lainnya, yang diakibatkan darinya. Hewan yang satu ini sangat aktif disekitar area ruangan kita tinggal. Baik itu ruang tamu, kamar bahkan sampai tempat tidur kita.

Tapi pernahkah anda bertanya tanya, ketika anda ingin melakukan sholat atau setelah sholat anda menemukan bulu kucing anda Menempel Disajadah anda, apakah sholat anda sah?. Apakah anda masih ragu akan keabsahan sholat anda? Mari kita bahas.

Hukum Bulu Kucing Yang Menempel Disajadah

Hukum Bulu Kucing Yang Menempel Disajadah

1 Apakah rontokan bulu kucing itu najis?

Hukum bulu kucing yang rontok itu adalah Najis. Maka bagi penggemar kucing harus hari hati dalam merawat bulu kucing tersebut dan usahakan agar tidak sampai menempel dikain dan pakaian anda.

Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah kenajisan bulu kucing hanya berlaku, ketika bulu atau rerontok kan bulu itu terbilang banyak. Akan tetapi jika terbilang sedikit, maka hukumnya di ma'fu (diampuni), dan hukum ma'fu ini juga berlaku kepada orang yang sering berinteraksi dengan kucing, seperti pemotong bulu kucing ataupun orang yang berprofesi dalam bidang kehewanan.

وما قطع من) حيوان (حي فهو ميت الا الشعر) اى المقطوع من حيوان مأكول وفى بعض النسخ الا الشعور المنتفع بها فى المفارش والملابس وغيرها (قوله المقطوع من حيوان مأكول) اى كالمعز مالم يكن على قطعة لحم تقصد او على عضو ابين من حيوان مأكول والا فهو نجس تبعا لذلك ,وخرج بالمأكول غيره كالحمار والهرة فشعره نجس لكن يعفى عن قليله بل وعن كثيره فى حق من ابتلى به كالقصاصين 

Makna: Sesuatu yang terputus dari hewan yang hidup, maka dihukumi sebagai bangkai, kecuali rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan. Dalam sebagian kitab lainnya tertulis kecuali rambut yang diolah menjadi permadani, pakaian, dan lainnya. Rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan contohnya bulu kambing. Rambut ini hukumnya suci dengan catatan selama tidak berada pada potongan daging yang sengaja dipotong, atau berada pada anggota tubuh yang terpotong dari hewan yang halal dimakan. 

Jika rambut berada dalam dua keadaan tersebut, maka dihukumi najis, sebab mengikut hukum status anggota tubuh yang terpotong itu. Kalimat "hewan yang halal dimakan" itu mengecualikan rambut atau bulu hewan yang tidak halal dimakan, seperti keledai dan kucing. Maka bulu dari hewan tersebut dihukumi najis. Namun najis ini dihukumi ma’fu ketika dalam jumlah sedikit, bahkan dalam jumlah banyak bagi orang yang sering dibuat kesulitan dengan bulu tersebut, seperti bagi para tukang pemotong bulu”.[1]

Dalam keterangan yang lain juga dijelaskan:

شعر الحيوانات غير الماكولة بعد الانفصال نجس (١) و يعفى عن قليل شعر نجس من غير مغلظ و يعفى عن كثيره فى حق القصاص و الراكب لمشقة الاحتراز عنه

Makna: Bulu hewan-hewan yang haram dimakan setelah terlepas dari tubuhnya hukumnya najis, dan dima'fu jika bulu yang najis sedikit asalkan bukan dari Najis Mugholladoh. Dan bulu yang najis tersebut juga dima'fu meskipun banyak, ini berlaku bagi tukang cukur bulu maupun bagi orang yang mengendarai hewan tersebut karena sulitnya menjaga diri dari najis tersebut.[2]

Pengertian nya adalah: segala macam buku hewan apapun yang telah terpisah dari badannya maka hukumnya najis. Dan ini berlaku ketika bulu atau rerontokkanya terbilang sedikit dan bukan bagian dari bulu hewan yang najisnya tergolong najis mughalladoh.

2 Apakah sholat nya sah?

Hukum sholat nya ditafsil menjadi 2 bagian:
  1. A. Apabila orang yang sholat tersebut memang sengaja sholat diatas alas atau sajadah yang terdapat banyak bulu kucingnya maka sholat nya tidak sah atau langsung bersentuhan dengan hewan tersebut serta dengan adanya rerontokan bulu yang terjadi pada saat itu.
  2. B. Apabila rerontokan bulu tersebut terbilang sedikit secara urf (kebiasaan) maka sah, karena sedikitnya bulu yang timbul dari kucing tersebut hukumnya dima'fu. Dengan syarat adanya usaha untuk menghilangkan bulu tersebut akan tetapi hal ini sulit untuk dihindari.

ﻣﺴﺄﻟﺔ: ﻗﺎﻝ: "ﻭاﻟﺒﺴﺎﻁ ﻛﺎﻷﺭﺽ"٠
اﻟﻔﺼﻞ: ﻫﺬا ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ: ﻻ ﺗﺼﺢ اﻟﺼﻼﺓ ﺣﺘﻰ ﻳﻜﻮﻥ ﻃﺎﻫﺮا , ﻓﻲ ﺛﻴﺎﺑﻪ ﻭﺑﺪﻧﻪ، ﻭﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ اﻟﺒﻘﻌﺔ اﻟﺘﻲ ﻳﺼﻠﻲ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻃﺎﻫﺮﺓ ﺑﺤﻴﺚ ﻻ ﻳﻼﻗﻲ ﺷﻲء ﻣﻦ ﺑﺪﻧﻪ ﻭﻻ ﺛﻴﺎﺑﻪ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﺳﻮاء ﻛﺎﻥ ﻣﻮﺿﻊ اﻟﻘﺪﻣﻴﻦ ﺃﻭ اﻟﺠﺒﻬﺔ ﺃﻭ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ٠

Makna: Masalah : hukum karpet seperti hukum bumi (tanah) 
Pasal: Hal ini sebagaimana dikatakan : tidak sah hingga seseorang suci baik badan maupun pakaiannya, dan tempat sholatnya juga harus suci sekiranya anggota badan maupun pakaiannya tidak terkena najis, baik tempat berpijaknya kaki, tempat dahi (tempat sujud) maupun lainnya.[3]

Dalam keterangan yang lain juga dijelaskan dengan jelas:

مسألة : قال الشافعي رضي الله عنه؛ "والبساط كالأرض فإن صلى في موضع منه طاهر ، والباقي نجس لم تسقط عليه ثيابه أجزأه", قال الماوردي : وهذا صحيح إذا صلى على بساط بعضه طاهر، وبعضه نجس وكانت صلاته على المكان الطاهر ولم يماس النجاسة بشيء من بدنه ، أو ثيابه فصلاته جائزة ، لأنه ليس بمصل على نجاسة ، ولا بحامل لها فشابه من صلى على مكان طاهر من أرض نجسة.

Makna: Permasalahan 
Iman as-Syafi'i berkata : karpet itu hukumnya seperti bumi (tanah tempat sholat).
Maka apabila seseorang sholat di bagian karpet yang suci, dan bagian yang lain terkena najis, namun tidak sampai mengenai bajunya maka hal itu mencukupi (sah).
Imam al-Mawardi berkata : ini benar, apabila seseorang sholat diatas karpet, sebagian suci dan sebagian lagi najis, dan dia sholat di bagian yang suci, dan najis tersebut tidak mengenai badan maupun pakaiannya, maka sholatnya boleh (sah), karena dia tidak sholat di atas tempat yang najis, juga tidak membawa najis maka hal ini serupa dengan seseorang yang sholat di tempat / bagian yang suci di tanah yang ada najisnya.[4]

قال المزني: والبساط كالأرض إن صلى في موضع منه طاهر، والباقي نجس، ولم تسقط عليه ثيابه - أجزأه٠
قال القاضي حسين: وهو كما قال؛ لأن البساط العريض إذا كان على طرف منه نجاسة، فصلى على الطرف الآخر أجزأه، تحرك المكان أو لم يتحرك، كالأرض إذا صلى على موضع طاهر منها، وبجنبه نجاسة صحت صلاته، سواء كانت النجاسة تتحرك بحركته، أو لا تتحرك.

Makna: Imam Muzani berkata : karpet itu hukumnya seperti tanah, apabila seseorang sholat di bagian karpet yang suci sedangkan bagian lainnya najis, dan najis tersebut tidak mengenai pakaiannya, maka hal itu mencukupi (sholatnya sah).

Qodli Husain berkata : pendapat yang benar seperti apa yang disampaikan diatas, karena karpet yang lebar apabila di pojok / bagiannya ada najisnya, lalu seseorang sholat di bagian yang suci, maka hal itu mencukupi (sholatnya sah), baik tempat itu bergerak ataupun tidak bergerak. Hal ini seperti orang yang sholat di tanah di bagian tanah yang suci, sedangkan di sampingnya ada najisnya, sholatnya tetap sah, baik najis itu bergerak sebab gerakan orang tersebut ataupun tidak.[5]

Dalam kitab Raudhatut-Thaalibiin:

قَالَ أَصْحَابُنَا: يُعْفَى عَنِ الْيَسِيرِ مِنَ الشَّعْرِ النَّجِسِ فِي الْمَاءِ، وَالثَّوْبِ الَّذِي يُصَلَّى فِيهِ، وَضَبْطُ الْيَسِيرِ: الْعُرْفُ٠
وَقَالَ إِمَامُ الْحَرَمَيْنِ: لَعَلَّ الْقَلِيلَ مَا يَغْلِبُ انْتِتَافُهُ مَعَ اعْتِدَالِ الْحَالِ٠ وَاخْتَلَفَ أَصْحَابُنَا فِي هَذَا الْعَفْوِ، هَلْ يَخْتَصُّ بِشَعْرِ الْآدَمِيِّ، أَمْ يَعُمُّ الْجَمِيعَ؟ وَالْأَصَحُّ: التَّعْمِيمُ. وَاللَّهُ أَعْلَمُ٠

Makna: Para ashabus Syafi'i berkata : bulu najis yang sedikit itu hukumnya dima'fu baik mengenai air (yang dipakai bersuci ) atau mengenai baju yang dipakai ketika sholat.

Adapun batasan dianggap sedikit atau banyaknya bulu najis tersebut itu tergantung uruf. Imam al-Haromain berkata : kemungkinan batasan sedikit adalah, bulu yang rontok saat kondisi normal. Para Ulama' Syafiiyah berbeda pendapat dalam kema'fuan bulu / rambut ini apakah hanya khusus rambut Manusia atau bulu / rambut secara umum ?
Menurut Qoul Ashoh kema'fuan bulu / rambut itu secara secara umum.[6]

Kesimpulannya adalah hukum bulu tersebut apabila sedikit maka dima'fu tapi jika banyak maka najis dan asalkan najisnya bukan najis mughalladoh.

Related Posts
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates