input license here

Apa Hukumnya Menikahi Sepupu

Mengadakan acara pernikahan adalah sesuatu momentum yang paling banyak dinanti nanti oleh banyak orang, baik itu adalah diri anda sendiri, orang tua, kerabat, teman atau sahabat. Percayalah mereka sudah sejak lama menantikan anda menikah.

Masalah jodoh memang sudah ada yang mengaturnya dan itu juga merupakan takdir dari Allah. Karena segala sesuatu apapun yang terjadi tanpa adanya nalar dari kita, maka itu adalah takdir. Tapi apa jadinya kalau kita menikah dengan sepupu kita sendiri, dalam kata lain, sepupu kitalah jodoh kita? Apakah hukum yang ada dalam agama Islam memperbolehkannya?

Apa Hukumnya Menikahi Sepupu

Apa Hukumnya Menikahi Sepupu
Dalam pandangan fiqih, sepupu boleh kita nikahi. Kata sepupu itu sendiri adalah saudara se-nenek yang kemudian memiliki anak, dan anak dari saudara saudara darinya baik itu kakak atau adik, mereka semua bersepupu.[1] Simple nya adalah kita sebagai anak dan kemudian dengan anak dari paman kita atau bibi kita, mereka semua adalah sepupu.

Hukum Menikahi Sepupu

Hukum menikahi Sepupu adalah sah tapi hanya saja pernikahan yang semacam ini, di-makruhkan. Sebabnya adalah: ketika seseorang menikahi dari kerabatnya atau masih memiliki hubungan kekeluargaan dengannya maka hal tersebut, bisa menyebabkan lemahnya syahwat. 

Dan yang perlu kita ingat bersama adalah ketika lemah syahwat maka keturunannya bisa garing (lemah atau loyo). Karena faktanya adalah dalam kekeluargaan biasa tidak terjadi hal pernikahan, bahkan hal ini jarang terjadi. Akan tetapi ketika seseorang memaksa tetap untuk menikah dengan sepupu nya atau dengan kerabatnya yang jauh, maka hak tersebut bisa menjadikan lemah nya syahwat, ketika syahwat lemah dan tetap melakukan hubungan intim, maka anaknya bisa garing dikehidupan nya.

Keterangan yang menerangkan hukumnya makruh

Landasan hukum yang kami ambil sebagaimana bisa anda lihat sendiri dalam kitab Asnhal-Muthallib:

(قَرَابَةٌ غَيْرُ قَرِيبَةٍ) لِضَعْفِ الشَّهْوَةِ فِي الْقَرِيبَةِ فَيَجِيءُ الْوَلَدُ نَحِيفًا قَالَ الزَّنْجَانِيُّ وَلِأَنَّ مِنْ مَقَاصِدِ النِّكَاحِ اشْتِبَاكُ الْقَبَائِلِ لِأَجْلِ التَّعَاضُدِ وَاجْتِمَاعِ الْكَلِمَةِ وَهُوَ مَفْقُودٌ فِي نِكَاحِ الْقَرِيبَةِ،

Makna: (Keterangan kerabat yang tidak dekat) karena lemahnya syahwat pada kerabat dekat maka anaknya kelak menjadi garing. Az-Zanjany berkata “Dan karena tujuan pernikahan mempertautkan kabilah-kabilah yang berselisih serta mempertemukan kalimat dan yang demikian tidak diketemukan dalam pernikahan saudara dekat.[2]

Maksudnya adalah ketika seseorang menikahi orang yang masih terjalin hubungan famili dengannya, maka melakukan demikian, bisa melemahkan syahwat, dan keturunannya akan menjadi anak yang garing.

Dalam kitab Al Iqna' juga dijelaskan sebagaimana yang telah kami tulis dibawah ini:

تخيروا لنطفكم غير ذات قرابة قريبة بأن تكون أجنبية، أو ذات قرابة بعيدة لضعف الشهوة في القريبة فيجئ الولد نحيفا.

Makna: Pilihlah untuk sperma kalian (maksudnya: kita harus memilih kepada siapa kita meletakkan sperma kita) wanita yang bukan kerabat dekat, wanita yang lain atau wanita kerabat yang jauh karena lemahnya syahwat dalam wanita kerabat yang dekat maka anaknya kelak menjadi garing.[3]

Maksudnya adalah kita ditekankan oleh para alim ulama, yaitu usahakan kita tidak menikahi kerabat dekat kita sendiri seperti sepupu, melainkan kita harus memilih wanita yang tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan kita. Dan sekalipun orang yang kita nikahi adalah wanita yang memiliki hubungan kerabat yang jauh dengan kita. Artinya kalau orang yang kita nikahi masih terikat kekeluargaan dengan kita, maka jauhilah karena itu akan menyebabkan lemahnya syahwat. Dan menjadikan keturunan menjadi garing.

Dalam kitab Fiqhul-Munhaji juga dijelaskan akan keharusan memilih wanita yang tidak memiliki tali kekerabatan dengan kita:

وقد روى : ( لا تنكحوا القرابة القريبة ، فإن الولد يُخلق ضاوياً ) أي نحيفاً ، وذلك لضعف الشهوة بين القرابة. ذكر هذا الشربيني في شرحه لمنهاج النووي. لكن ذكر ابن الصلاح أنه لم يجد لهذا الحديث أصلاً معتمداّ ، وقد ذكره ابن الأثير في كتابه [ النهاية في غريب الحديث والأثر ولا يطعن في هذا الحكم أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قد زوّج فاطمة من على رضي الله عنهما ، لأنه فعل ذلك لبيان الجواز ، أو لأنه ليس بينهما قرابة قريبة جداً ، ففاطمة هي بنت ابن عم علي ، فهي بعيده عنه بالجملة .

Makna: Diriwayatkan dalam sebuah hadits "Janganlah kalian nikahi wanita kerabat yang dekat karena anak kelak tertitahkan garing, yang demikian karena akibat lemahnya syahwat pada wanita kerabat dekat". keterangan ini yang dituturkan oleh Al Imam as-Syarbiny dalam Kitab Syarhnya al-Manhaj an-Nawawy.

Namun Ibn Shalah menyatakan bahwa hadits ini tidak didapati asal kepastiannya, Ibn Atsir mengelompokkannya kedalam Kitab an-Nihaayah Fi Ghoriib al-Hadiits wal Atsaar (kitab yang menerangkan aneka hadits-hadits yang asing)

Dan tidak tercemarkan kehormatannya oleh hukum ini menikahkannya baginda Nabi SAW putri beliau, Fathimah atas Sayyidina Ali ra, karena beliau menjalani dengan tujuan menerangkan kelegalan pernikahannya atau karena diantara keduanya sudah bukan kerabat dekat sebab Fathimah adalah anak perempuan dari anak paman Sayyidina Ali yang artinya sudah tergolong kerabat jauh.[4]

Untuk menegaskan sekaligus menguatkan pandangan diatas, simak penjelasan dalam kitab Tuhfatul-Muhtaj berikut:

( لَيْسَتْ قَرَابَةَ قَرِيبَةٍ ) لِخَبَرِ فِيهِ النَّهْيُ عَنْهُ وَتَعْلِيلُهُ بِأَنَّ الْوَلَدَ يَجِيءُ نَحِيفًا لَكِنْ لَا أَصْلَ لَهُ وَمِنْ ثَمَّ نَازَعَ جَمْعٌ فِي هَذَا الْحُكْمِ بِأَنَّهُ لَا أَصْلَ لَهُ وَبِإِنْكَاحِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِيًّا كَرَّمَ اللَّهُ وَجْهَهُ وَيُرَدُّ بِأَنَّ نَحَافَةَ الْوَلَدِ النَّاشِئَةِ غَالِبًا عَنْ الِاسْتِحْيَاءِ مِنْ الْقَرَابَةِ الْقَرِيبَةِ مَعْنًى ظَاهِرٌ يَصْلُحُ أَصْلًا لِذَلِكَ وَعَلِيٌّ كَرَّمَ اللَّهُ وَجْهَهُ قَرِيبٌ بَعِيدٌ إذْ الْمُرَادُ بِالْقَرِيبَةِ مَنْ هِيَ فِي أَوَّلِ دَرَجَاتِ الْخُؤُولَةِ وَالْعُمُومَةِ وَفَاطِمَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا بِنْتُ ابْنِ عَمٍّ فَهِيَ بَعِيدَةٌ وَنِكَاحُهَا أَوْلَى مِنْ الْأَجْنَبِيَّةِ لِانْتِفَاءِ ذَلِكَ الْمَعْنَى مَعَ حُنُوِّ الرَّحِمِ

Makna: (Keterangan Yang bukan kerabat dekat) berdasarkan hadits yang melarangnya dengan alasan mengakibatkan keturunan yang garing. Namun keberadaan hadits ini dipertentangkan oleh banyak ulama disamping alasan menikahkannya baginda Nabi SAW putri beliau, Fathimah atas Sayyidina Ali ra. Yang dimaksud dengan garungnya keturunan diatas adalah arti dhahirnya bahwa perasaan yang muncul pada umumnya sebab rasa malu akan timbul pada kerabat dekat.

Sedang Ali tergolong kerabat jauh sebab yang dimaksud kerabat dekat adalah orang-orang yang sejajar dalam garis derajat persaudaraan dan kepamanan, Fathimah ra adalah putri dari anak paman Ali maka ia tidak dalam garis sejajar, tergolong kerabat jauh yang menikahinya lebih utama ketimbang menikahi wanita lain sebab pengertian kerabat dekat diatas telah tertepiskan.[5]

Kesimpulannya adalah hukum pernikahan yang semacam ini hukumnya sah sah saja tapi hanya saja makruh. Karena ketika ada seorang menikahi kerabatnya baik yang dekat atau jauh sekalipun, itu bisa melemahkan syahwat, karena sebab itulah keturunannya mudah garing atau lemah.

Related Posts
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates