input license here

Hukum Menyolatkan Mayat Dalam Peti Versi Covid

Disusun oleh M. Rofiannur Al Hamaamuh.
Hukum Menyolatkan Mayat Dalam Peti Versi Covid - banyak masalah masalah yang timbul sekarang, yaitu masalah virus Covid yang tidak kunjung hilang dari peredaran dunia. Kemudian timbul satu permasalahan yang mungkin cukup membingungkan bagi kita semua, yaitu masalah mayat Covid yang disolatkan didalam mobil.

Sebagaimana penuntut ilmu baik, sudah semestinya bagi kita semua yaitu untuk mengetahui kedudukan permasalahan ini, yakni boleh atau tidak menyolatkan mayat Covid didalam mobil.

Hukum Menyolatkan Mayat Covid Dalam Mobil

Hukum Menyolatkan Mayat Covid Dalam Mobil

Apakah Sah Menyolatkan Mayat Covid Dalam Mobil?

Hukum menyolati mayat Covid didalam mobil atau yang sudah berada didalam peti matinya, hukumnya adalah boleh sekaligus sholat jazanah yang dilakukan oleh orang orang terhadapnya dihukumi sah. Akan tetapi harus memenuhi beberapa syarat, diantara adalah:
  1. Jenazah harus berada didepan para jama'ah orang yang ikut serta menyolatkan nya. Yaitu, mayat Covid tadi harus ada didepan Imam dan wajib bagi para jama'ah untuk melurusi anggota tubuh mayat Covid tersebut.
  2. Dan memenuhi syarat syarat sholat berjamaah yang lainnya.
Karena menurut pendapat yang unggul dalam pendapat Imam Syafi'ie (المذهب) kedudukan janazah saat di shalati sama seperti imam shalat.

Sebagaimana yang telah difatwakan oleh para alim ulama:

(وَأَن لَا يتَقَدَّم) أَي الْمُصَلِّي (عَلَيْهِ) حَالَة كَون الْمَيِّت حَاضرا وَلَو فِي قبر وَيشْتَرط أَيْضا أَن لَا يزِيد مَا بَينهمَا فِي غير الْمَسْجِد على ثَلَاثمِائَة ذِرَاع تَقْرِيبًا وَأَن لَا يكون بَينهمَا حَائِل وَمحل هذَيْن الشَّرْطَيْنِ فِي الِابْتِدَاء، أما فِي الدَّوَام كَأَن رفعت الْجِنَازَة فِي أثْنَاء الصَّلَاة وَزَاد مَا بَينهمَا على مَا ذكر أَو حَال حَائِل فَلَا يضر لِأَنَّهُ يغْتَفر فِي الدَّوَام مَا لَا يغْتَفر فِي الِابْتِدَاء نعم لَو كَانَ الْمَيِّت فِي صندوق لَا يضر

Makna: (dan agar tidak maju) yaitu orang yang sholat (atasnya), kondisi dari keberadaan mayyit adalah ada, meskipun di dalam qubur. Dan disyaratkan juga untuk tidak lebih jarak antara keduanya kurang lebih 300 dzira'/hasta pada selain masjid. Dan agar tidak ada di antara keduanya penghalang. Dan posisi kedua syarat ini pada permulaan. Adapun dalam keadaan dawam/kesinambungan jenazah, diangkat ketika sholat dan ditambahkan di antara keduanya apa-apa yang telah disebutkan atau ada penghalang, maka tidak menjadi mudharat, karena dilakukan pada keadaan dawam dan bukan pada permulaan. Ya bila mayyit ada dalam peti, maka tidak ada mudharat.[1]

Pengertian: mayat Covid harus tetap ditaruh didepan orang orang yang ikut serta menyolatkan nya sekalipun tidak mengeluarkan mayat didalam petinya atau didalam mobil, karena takut terjangkiti virus. Dan yang perlu diperhatikan adalah sekalipun pe-sholatan jenazah dilakukan demikian sebab takutnya virus yang menyebar maka, tidak boleh lebih dari 300 hasta, jarak antara mayat dengan para jama'ah sholat jenazah.
  • Andaikata lebih dari 300 hasta jarak menyolatkan nya, maka sholatnya tidak sah. Maka solusi nya adalah lakukanlah cara menyolatkan mayat dengan cara yang biasanya dilakukan.

Dalam keterangan yang lain juga dijelaskan:

(قوله: وأن لا يتقدم الخ) معطوف على تقدم طهره، أي وشرط عدم تقدم المصلي على الميت اتباعا لما جرى عليه الأولون، ولأن الميت كالإمام. وهذا هو المذهب، ومقابله يقول: يجوز تقدم المصلي على الميت، لأن الميت ليس بإمام متبوع حتى يتعين تقديمه، بل هو كعبد جاء معه جماعة ليستغفروا له عند مولاه

Makna: (perkataannya : dan agar tidak maju... sampai akhir), ma'thuf kepada kalimat mengedepankan kesuciannya, artinya dan syarat tiadanya dikedepankan orang yang sholat atas mayyit, mengikuti  apa yang telah dijalankan oleh orang-orang terdahulu. Dan karena mayyit seperti imam. Dan inilah Madzhab Syafi'i. Dan sebaliknya ia berkata : boleh berada di depan bagi orang yang sholat atas mayyit, karena mayyit bukanlah imam yang di ikuti, sehingga ditentukan ke depannya. Bahkan ia seperti hamba yang datang bersamanya sebuah jama'ah, untuk memintakan ampun baginya kepada Tuhannya.[2]

(باب أين يقوم الإمام من الميت إذا صلى عليه) وساق سند الحديث إلى أنس بن مالك رضي الله عنه أنه صلى الله على رجل فقام عند رأسه، وصلى على امرأة فقام عند عجيزتها. قال له العلاء بن زياد : هكذا كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفعل ؟. قال : نعم. وفي الصحيحين من حديث سمرة بن جندب رضي الله عنه قال : صليت وراء النبي صلى الله عليه وسلم على امرأة ماتت في نفاسها فقام وسطها. قال العلامة الأمير : فيه دليل على مشروعية القيام عند وسط المرأة إذا صلى عليها، وهذا مندوب. وأما الواجب فإنما هو استقبال جزء من الميت رجلا أو امرأة. وعن الإمام الشافعي رحمه الله أنه يقف حذاء رأس الرجل وعند عجيزة المرأة لما أخرجه أبو داود والترمذي من حديث أنس إلخ يعني الحديث المتقدم. دل ذلك على أمرين : (أحدهما) واجب؛ وهو محاذاة الإمام أو المنفرد بجميع بدنه جزأ من بدن الميت أي جزء كان، سواء كان رأسه أو بطنه أو رجله أو غير ذلك. (ثانيهما) مندوب ومستحب؛ وهو وقوفه عند رأس الرجل وعند عجيزة المرأة. والحكمة في ذلك أن الرأس هو أشرف أعضاء الإنسان فاستحب الوقوف عنده بشرط محاذاة المصلي له بجميع بدنه. واستحب الوقوف وسط المرأة عند عجيزتها لأنه أستر لها

Makna: (bab : dimana berdirinya imam dari mayyit, bila sholat atasnya) dan mengarah sanad hadits kepada anas bin Malik رضي الله عنه , bahwasanya nabi صلى الله عليه وسلم sholat atas laki laki pada sisi kepalanya, dan sholat atas perempuan, maka ia berdiri pada sisi bokongnya. Dan berkata padanya al-ala' bin ziyad : demikianlah adanya rasulullah صلى الله عليه وسلم melakukan ? Ia berkata : iya, dan dalam shahih bukhary dan muslim, dari hadits samurah bin jundub رضي الله عنه berkata : aku sholat di belakang nabi صلى الله عليه وسلم atas seorang perempuan, yang mati dalam keadaan nifas, maka ia berdiri di tengah tengahnya. Berkata al allamah al amir : di dalamnya ada dalil tentang disyariatkannya berdiri pada sisi tengah perempuan, bila ia sholat atasnya, dan ini adalah sunnah. Adapun yang wajib adalah menghadap pada bagian tubuh dari mayyit baik laki laki atau perempuan. Dan dari al-imam as-syafii رحمه الله bahwasanya ia berdiri pada sisi samping kepala laki laki dan pada sisi bokong perempuan, sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh abu dawud dan tirmidzi dari hadits anas .... sampai dengan akhir, yaitu hadits yang terdahulu, menunjukkan atas dua perkara : (salah satunya) wajib ; yaitu menyampingi imam atau sendiri dengan seluruh badannya, pada bagian dari badan mayyit, artinya bagian yang ada, baik kepalanya, perutnya, kakinya atau lainnya. (Yang keduanya) mandub dan mustahabbah; dan hikmah pada hal tersebut adalah bahwasanya kepala adalah anggota tubuh yang paling mulia pada manusia, maka disunnahkan berdiri padanya, dengan disyaratkan orang yang sholat untuk menyampinginya dengan seluruh badannya. Dan disunnahkan berdiri di tengah-tengah perempuan pada bokongnya, karena yang paling tertutup padanya.[3]

Akhir: Hukum menyolatkan mayat Covid diatas mobil atau yang berada didalam peti hukumnya sah. Asal tetap melakukan syarat syarat diatas yang telah kami jabarkan kepada anda semua.

Related Posts
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates